Senin, 23 April 2012

PITA 5 (BAHAGIA)


BAHAGIA  adalah ketika kita menghabiskan waktu luang bersama orang yang kita kasihi dan sayangi, serta cintai. contoh : saya menghabiskan waktu bersama dia yang saya sayangi, dirumah berdua, dengan tidak mempunyai cukup uang. Bahkan untuk makan pun, kita hanya memasak mie instan. Tapi aku duduk berdua memakan mie instan lalu melihat acara televisi, berbagi cerita, bersendau gurau. Itu adalah bahagia, bahagia yang luar biasa.

Tapi lalu aku mendapatkan arti bahagia lainnya, ketika dia orang yang aku cintai dan aku sayangi menyakitiku, memegang prinsipnya yang tidak bisa diganggu gugat, aku merasa rapuh lalu aku mencari kebahagian dengan teman - teman ku, menghabiskan waktu bersama, bersendau gurau, menghabiskan uang, belanja, duduk duduk cantik di cafe, lalu pulang malam setelah itu tidur dan esok rutinitas seperti itu lagi, aku bilang itu adalah bahagia.

Tapi ternyata ada kesalahan presepsi disini, aku merasakan bahagia ku adalah kepaksaaan, mereka bersamaku karena uang, mereka bersamaku karena aku ini adalah siapa, bukan aku ini apa adanya, mereka bersamaku karena branch, karena glamor, tertawa mereka tak tulus, ada sedikit kepaksaan. Lalu aku terdiam ketika di malam dimana aku menghabiskan uangku untuk mendapatkan kebahagiaan itu, aku disuguhkan sesuatu yang mengejutkan. Ketika aku keluar dari tempat parkir tiba - tiba aku di suguhkan dengan pemandangan yang sangat mengejutkan, ku pelankan mobil yang ku kendarai. Lalu menepi, ku keluar dari mobil dan berkata "pak, minggir bentar pak, saya mau beli" bapak itu mengayuh sepedanya dengan tangan karena keterbatasan fisiknya, karena dia mempunyai cacat fisik yang sebenarnya dia tidak ingin mendapatkannya. Ku membeli dua roti lalu ku bayar, dan ketika aku berkata "pak kembalinya sepuluh ribu saja" disitu ada rona bahagia dari dirinya, sahabatku hanya memandangku dengan tatapan weird. Lalu aku melihatnya pergi, melenggang dengan sepeda dan gerobak roti di belakangnya. Sahabatku mengatakan "kasian yah bapaknya, aku udah lama tau dia. Dulu dia jual es batu, sekarang dia jual roti. Sudah lama juga aku pengen beli rotinya cuman belom kesampean" dan aku hanya tersenyum mendengarnya, lalu dia melanjutkan "kasian yah, jadi sedih banget melihatnya" aku membalas "kita yang di beri kesempurnaan suka banget menghambur - hamburkan uang, contoh saja hari ini, kita menghabiskan uang 1 juta untuk sekedar menikmati hidup dengan berdendang, belum lagi tadi aku habis makan di cafe, paling tidak tadi aku keluar uang 300rb. Tapi dia, untuk mengumpulkan uang barang 200rb saja, harus mengayuh sepedanya dengan banyak tenaga, menjajakan rotinya hingga malam, aku merasa malu dengan hal tersebut" lalu sahabatku menambahkan "semoga tidak ada orang yang menjahatinya, semoga dia bisa pulang dengan selamat dan semoga di jauhkan dari orang - orang jahat. Amin. Kasian juga khan, kalo uang yang susah payah dia kumpulkan lalu harus di rampas oleh orang yang tidak bertanggung jawab" dan aku hanya mengamininya. 


Dalam perjalan pulang setelah aku mengantarkan temanku kerumahnya, aku bertemu dengan si-Bapak lagi, tak sangka kayuhnya begitu cepat sehingga aku bertemu dengan nya di tempat yang cukup jauh dari tempat dimana aku bertemu tadi. Aku pelankan laju mobil, ku bisiki hatiku untuk memperhatikan dirinya, lalu ku berlaju sedikit kencang meninggalkannya dengan gerobak rotinya. Aku selalu berfikir mengenai arti dan makna bahagia. Prinsipku kini sudah tidak seperti dulu, dengan orang yang aku sayangi dan dia menyayangi ku lalu kita hidup bersama dalam keluarga kecil, dengan segala keterbatasannya, dan ketika nanti kita sedikit - demi sedikit merangkak lalu sampai ke puncak, itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Aku merubah itu ketika aku merasa tidak percaya dengan CINTA, tidak percaya dengan adanya percikan - percikan hati dalam hubungan dua insan manusia. Apalah arti CINTA ketika kita tersakiti, apalah arti menyayangi ketika kita dicampakkan, apalah arti menunggu ketika kita di khianati. Persetan dengan CINTA, itu yang aku fikirkan ketika aku merasakan betapa sakitnya mencintai dengan sepenuh hati dan dengan tulus, lalu kita ditinggalkan, dicampakkan, dan dibuang seperti sampah. Sejak itu aku merasa bahagia itu bisa di beli dengan uang, ketika kita mempunyai banyak uang, mereka yang memandang rendah akan tunduk dengan kita, mereka yang mengatakan bibit, bebet, bobot akan mendekat, mereka yang para orang dibalik topeng akan berlomba lomba untuk menjadi teman, uang bisa untuk membeli kebahagiaan, dan itu nyata. Tapi kejadian hari ini, membuatku sedikit memalingkan muka ketika mengingat apa yang aku fikirkan sekarang. Sebenarnya aku tidak buta, aku hanya menutup mata untuk menerima kenyataan bahwa bahagia itu simple. 

Malam itu waktu menunjukan pukul 9 malam, sudah waktunya buat aku untuk berkemas menuju rutinitasku. Tak seperti biasa, kini aku berkemas cukup santai karena aku tidak harus berburu dengan waktu untuk naik travel, aku memilih untuk di antar oleh bang Jhos, dia driver papa yang baru. Setelah mempersiapkan semuanya, bang Jhos mengingatkanku untuk segera berkemas karena waktu sudah menunjukkan pukul 10 P.M. Dengan sedikit rasa malas aku mengiyakan kata bang Jhos, setelah sholat Isya, aku bergegas untuk pergi menuju rutinas ku, berpamitan dengan mama dan papa adalah hal malas yang harus aku lakukan. Karena aku merasa akan jauh dari mereka, aku tidak bisa berleha - leha dan aku harus bertanggung jawab dengan tugas - tugasku yang sudah menungguku. Aku melirik jam tanggan swiss hitamku, kado dari orang yang membuatku random, galau atau apalah itu, menunjukkan pukul 10.15 P.M, dalam hati aku berkata ach masih jam 10 P.M ternyata, karena jam, aku cepatkan 15 menit. Perjalanan menuju kota dimana tanggung jawab sudah menunggu diwarnai dengan banyak hal. Aku bercerita dengan bang Jhos, mengenai kejadian malam itu, dan dia mengatakan "itu lah jeng yang dinamankan bahagia sesungguhnya, ketika kita melihat orang tertawa bahagia dengan tulus, disitulah hidup kita berarti, kita bukan sapa - sapa jeng, kita hanya seonggok daging yang tidak bisa apa - apa kalo tidak karena kuasa-Nya. Allah mboten sare, Allah juga mboten merem, Allah tau ketika jeng sedang dalam keadaan kalut, lalu di munculkanlah si bapak itu, sampun tho jeng mboten usah galau, tesih nom lhoh" aku hanya memalingkan mukaku melihat keadaan sekitar dari jendela mobil, aku sengaja duduk didepan biar bisa berbincang dengan bang jhos. Dia walaupun driver papa, tapi sudah bagaikan kakaku sendiri. Istrinya sangat baik dengan ku, anaknya yang kecil juga lucu. Dia bertanggung jawab sepenuhnya dengan keluarganya, ketika anaknya sakit atau istrinya sakit, dia akan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, lalu segera pulang untuk menengok keadaan orang - orang yang di cintainya itu. Umurnya menurutku belum cukup tua, dia baru berumur 27 tahun, tapi dia sangat bertanggung jawab dengan istri dan anaknya. Aku melihat kesederhanaannya, tapi ketika aku mendengar dia divorce karena suatu hal yang aku tidak tau apa penyebabnya, aku merasa ada sesuatu yang mungkin dipaksakan disini. Surat cerai memang belum turun, tapi pengadilan sudah memutuskan. Dalam perjalanan dia banyak bercerita tentang anaknya dan istrinya, betapa dia mencintai keduanya. Sebelum dia mengantarku, dia meminta ijin sama papa untuk mengunjungi anaknya di pojok jawa tengah. Dan aku berkata, "lalu kenapa kamu harus memutuskan untuk mengiyakan putusan perceraian ini bang? toch kamu masih menyayanginya, kamu masih ingin bersama mereka, lalu apa alasan yang kuat, yang membuat kamu mengiyakan kata perceraian itu bang?" dia hanya tersenyum dan menjawab simple "nanti kalo jeng sudah menikah akan mengerti bahwa tidak hanya butuh cinta dan kasih sayang, untuk mempertahankan pernikahan jeng, kita di tuntut untuk menyamakan ego, memendam amarah, dan menurut ku, aku kurang disitu, aku sangat menyayangi mereka tapi aku tidak bisa bertahan dengan hal hal kecil yang sebenarnya bukan masalah besar dalam pernikahan. Dia terlalu cerewet dalam rumah, meminta ini itu, menyuruhku untuk begini begitu, dan menuntutku dengan banyak hal. Aku ketika itu dalam keadaan sangat capek karena habis mengantar papa ke Surabaya. Aku ingin ketika aku pulang, dia ada dirumah, bukan malah lembur kerja. Dan sebenarnya dia lembur kerja karena keadaan keuangan kita sedang mawut, anak kami sedang sakit, butuh operasi oleh karena itu dia lembur. Sepele kan jeng perkaranya, dan ketika itu dia mengungkapkan hal yang membuat saya tertantang. "Memang dia berkata apa bang?" tanyaku. Dengan menghela nafas bang Jhos menjawab "kenapa kamu marah? aku lembur karena kita butuh uang. Sebenarnya dulu kamu menikahi ku serius atau tidak? kamu benar cinta atau tidak? sepertinya ada yang salah dalam pernikahan kita. Karena kita selalu bertengkar karena hal - hal sepele" dan saya menjawab "ok, mungkin memang semestinya kita tidak menikah, dan lebih baik bercerai saja" ekspresi wajahnya pias, lalu dia menangis dan meninggalkanku. Dia pergi kerumah orang tuanya. Lalu yang aku ingat saat itu adalah kejelekan dia saja, sekitar 3 bulan aku tidak pernah menguhubunginya, dia yang menghubungi saya, tapi rasanya hambar jeng. Mungkin emosi sedang berkobar, permintaan maafnya ku abaikan, aku bodoh amat dengan dia dan si kecil. Sisi keegoisan ku sedang muncul tinggi sekali. Tapi kini ketika aku mengurus proses perceraian semuanya, dan dia bersedia menandatanganinya rasanya hancur sekali, diujung waktu aku patah hati, dia adalah orang pertama yang bisa membangkitkanku dari keterpurukan serta narkoba dan aku sangat menyayanginya. Lalu kenangan indah itu muncul dengan sendirinya. Satu persatu muncul seiring sidang pernikahan kita” Lalu dia menghentikan cerita ketika aku berkata "sebodoh itukah seorang laki -laki? kita para wanita mempunyai alasan yang kuat untuk menjaga cintanya. Seperti ayam betina yang akan mematuk siapa saja ketika telurnya diganggu. Kita hanya memprotect/menjaganya agar tidak lepas ketangan orang lain yang tidak bertanggung jawab,  tidak lebih" lalu suasana hening, aku meminta bang jhos untuk melewati daerah kopeng, lalu dia berkata "jeng, sudah pernah lihat pemandangan indah di atas jalan, dimana jalan tersebut di apit oleh beberapa gunung?" dan aku hanya menggelengkan kepala tanpa melihat kearahnya, ku habiskan waktu ku untuk twitteran dan FBan, ketimbang berbincang bersama si abang. Lalu tiba tiba mobil mazda putih yang kunaiki merapat di pinggir jalan, kulihat kearah kanan terdapat hamparan lampu, kota magelang, ambarawa, bandungan, dan kota - kota kecil di sekitarnya. Mata ku terbelalak melihatnya, aku menangis dan berdoa, TUHAN ini ulang tahun pertamaku, aku sendirian tidak dengan orang yang aku cintai, malah dengan supir papa. Bang Jhos berkata "non coba keluar dulu,  melihat kuasa Allah, lalu berdoa disini non, mungkin nanti non bisa lega"
"ach, kamu,,, aku males kalo dipanggil non, panggil jeng aja" sewot ku
"och iya maaf" katanya lirih
lalu kuberanikan diri untuk keluar dimana suasa yang tenang dan sepi serta gelap mendera, aku mendengar suara angin, air dan jangkrik.  Ketika aku melihat keatas langit, och My God beautiful!!! Bintang dilangit bagaikan bisa ku gapai, aku suka bintang, bintang itu bagaikan lampu alam semesta yang menyinari hidupku. Aku terbelalak dan aku menangis serta aku berdoa untuk diriku, serta memohon ampunan Allah SWT. Kita berhenti selama 10 menit, lalu bang Jhos menyuruhku masuk karena udara semakin dingin. Aku berpindah tempat duduk, aku memutuskan untuk duduk di kursi belakang, serta merebahkan diriku sebentar. Dan aku memakan roti berbentuk kura - kura yang di belikan mama, tadi sebelum berangkat serta berkata "Selamat Ulang Tahun untuk ku, semoga semua yang di cita - citakan bisa tercapai. Amin"
aku menyuruh supir untuk sedikit melaju kencang, dan ketika sampai di rumah, aku langsung masuk kamar, membersihkan diri dan rebahan di kursi ruang keluarga. Rumah ini kosong hanya ada aku dan supir serta pembantu, aku seperti mati kutu merasakan hawa seperti ini. Bang Jhos sedang merokok di teras rumah, lalu tiba - tiba masuk dan menyodorkan buntelan kertas putih seraya berkata, "jeng, ini kado buat jeng" 
"kado? kado apaan bang?" kata ku kaget
"iya ini kado buat jeng, khan jeng ulang tahun. Semoga apa yang dicita - citakan tercapai yah jeng. Dan ingat bahwa bahagia itu simple jeng, tidak perlu berpura - pura untuk mendapatkannya. Semoga masalah jeng bisa cepat terselesaikan, dan cita - cita jeng tercapai. Amin" dengan duduk dilantai sambil sedikit menceramahiku. Lalu aku trima kadonya, dan dia kembali ke teras untuk merokok. Ku bolak balik sepertinya tidak ada yang special dari kado ini, batinku. Aku juga menganggap halah paling juga apa. Sebelum tidur, ku membuka kado dari bang Jhos, ternyata isinya megah sekali, dia memberikan ku obat maag akut serta tolak angin cair. Aku tertawa lalu berkata “apalah bang Jhos ini”, didalam kertas tertuliskan, “selamat ulang tahun yah non, ini kado kecil buat non. Maaf yah non, saya hanya kasih obat maag dan tolak angin cair, karena non kemaren sempet sakit sampe ndak masuk kerja berhari - hari gara - gara sakit maag. Nyonya juga bilang, kalo non sering masuk angin, jadi saya belikan obat tolak angin, biar non ndak gampang masuk angin. Semoga sehat selalu non, karena dengan sehat non akan mendapatkan kebahagiaan seutuhnya. Semoga cepet tercapai juga Goalnya, saya doakan semoga sama si-mas berhasil ya non. suwun"
Aku hanya menagis dan memeluk guling serta bantal Love. Dia benar, Bahagia itu Simple. Hanya aku yang membuatnya sangat berat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar